So this is how I started my day at work:
08.15 Arrived at the office, go to the bathroom just to check whether everything is right on place
08.27 At my chair, turn on the computer, while doing so, produce a cup of morning coffee
08.30 put some leave-on balm on my hair
08.35 YM automatically sign in
08.40 I sign off my YM.. trying to be a good employee
08.50 I decide to give it a try on another day, today is too hard to live without YM.
Friday, September 26, 2008
Wednesday, September 3, 2008
GFF
To Simply: Us chickas gotta stick together
GFF are those who stick with us in any condition,
Wether we’re in our best or worst day ever
In college..when we broke up with Mr. Whom-we-thought-love-of-our-life and the next day is scheduled for Prof. You’ll-Never-Pass-My-Class exam, they let us peep at their exam paper though they know there’s a high possibility of being expelled.
They let us borrow shoes earings necklaces and dresses on ladies nights and any other nights.
They stay with us when the debts are high and the funds are tight.
They stay with us when it seems like our parents and family are wrong because we’re right (In our defence: U said we have to have faith in ourself)
Yet...They’re still by our side when it turns out that our parents and family are right AND we’re wrong... (In our defence: So what? ‘made a mistake..it’s not like the end of the world)
In real life..GFF help us stay insane in this crazy world!
They stay with us when we’re with the hottest hunk or if we’re somehow end up with the guys from the whatever-boring-department.
They give us strength to speed-up when it seems like everyone is pacing-up on their manolo blahnik and yet we walk like snail on flats.
Let me tell you about GFF..
No matter what, they stay with us and give us smile and cheers..to embrace life...to have hopes as well as dreams, they grow-old-stay-young with us and whatsoever...
SO...if you happen to have one..keep them close to your heart, if you dont..hurry!go get one.
-made for my GFF-
GFF are those who stick with us in any condition,
Wether we’re in our best or worst day ever
In college..when we broke up with Mr. Whom-we-thought-love-of-our-life and the next day is scheduled for Prof. You’ll-Never-Pass-My-Class exam, they let us peep at their exam paper though they know there’s a high possibility of being expelled.
They let us borrow shoes earings necklaces and dresses on ladies nights and any other nights.
They stay with us when the debts are high and the funds are tight.
They stay with us when it seems like our parents and family are wrong because we’re right (In our defence: U said we have to have faith in ourself)
Yet...They’re still by our side when it turns out that our parents and family are right AND we’re wrong... (In our defence: So what? ‘made a mistake..it’s not like the end of the world)
In real life..GFF help us stay insane in this crazy world!
They stay with us when we’re with the hottest hunk or if we’re somehow end up with the guys from the whatever-boring-department.
They give us strength to speed-up when it seems like everyone is pacing-up on their manolo blahnik and yet we walk like snail on flats.
Let me tell you about GFF..
No matter what, they stay with us and give us smile and cheers..to embrace life...to have hopes as well as dreams, they grow-old-stay-young with us and whatsoever...
SO...if you happen to have one..keep them close to your heart, if you dont..hurry!go get one.
-made for my GFF-
Thursday, July 24, 2008
Lipstik
Lipstik merah menyala bermerek “Ultima” itu dihadiahkan kepadanya oleh salah satu sahabatnya. Hmmh...yang mendapatkan hadiah berpikir keras kenapa lipstik merah menyala? Semua wanita tahu, lipstik merah menyala hanya bisa dipakai dengan ‘syarat dan ketentuan berlaku’. Terdorong oleh rasa penasaran, pemilik baru dari lipstik itu pun menoreh kan Ultima II seri Sexy Sienna tersebut ke bibirnya.
Lama dia menatap wajah dan bibirnya yang sudah se-seksi Sienna Miller itu di kaca. Dia terkesima..yang ia tatap di kaca seperti bukan dia, itu memang masih wajahnya, tetapi dengan ekspresi lebih berani serta menantang. Sekarang dia percaya bahwa Beyonce memang bisa menciptakan alter ego bernama Sasha.
Kembali ia menatap bayangan dirinya di cermin, dengan lipstik merah menantang itu, ia bisa melihat dirinya yang berbeda dari biasanya. Ia bisa melihat dirinya yang kuat, berani, dan sanggup menghadapi apa pun yang ditawarkan hidup.
Ia sekarang resmi menjadi bagian dari wanita-wanita kuat dunia; Lipstik itu menjadi senjata rahasianya untuk berubah menjadi Poison Ivy.
-Widia, dalam: Obsesi bikin komik Super hero-
Lama dia menatap wajah dan bibirnya yang sudah se-seksi Sienna Miller itu di kaca. Dia terkesima..yang ia tatap di kaca seperti bukan dia, itu memang masih wajahnya, tetapi dengan ekspresi lebih berani serta menantang. Sekarang dia percaya bahwa Beyonce memang bisa menciptakan alter ego bernama Sasha.
Kembali ia menatap bayangan dirinya di cermin, dengan lipstik merah menantang itu, ia bisa melihat dirinya yang berbeda dari biasanya. Ia bisa melihat dirinya yang kuat, berani, dan sanggup menghadapi apa pun yang ditawarkan hidup.
Ia sekarang resmi menjadi bagian dari wanita-wanita kuat dunia; Lipstik itu menjadi senjata rahasianya untuk berubah menjadi Poison Ivy.
-Widia, dalam: Obsesi bikin komik Super hero-
Tuesday, July 22, 2008
Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris?
Waktu itu saya baca…di salah satu web (hmmph…saya nih pelupa…kalo ga saya catet, pasti lupa deh apa nama source web-nya)…salah satu cara untuk meningkatkan jumlah pengunjung web kita adalah dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa Blog, jadi orang dari berbagai penjuru dunia bisa baca tulisan kita.
Hmmh….jadi saya memutuskan untuk memakai dua bahasa di blog ini…untuk tulisan tertentu saya akan pakai Bahasa Indonesia…nah kadang-kadang…kalau otak bagian grammar (yg ahli otak: jangan protes) saya sedang oke…saya mungkin akan menggunakan bahasa Inggris.
Jadi nanti kalau saya mem-published tulisan berbahasa Inggris, tolong jangan anggap saya sok keren…karena saya bukan sok…tapi memang keren ..:)
Hmmh….jadi saya memutuskan untuk memakai dua bahasa di blog ini…untuk tulisan tertentu saya akan pakai Bahasa Indonesia…nah kadang-kadang…kalau otak bagian grammar (yg ahli otak: jangan protes) saya sedang oke…saya mungkin akan menggunakan bahasa Inggris.
Jadi nanti kalau saya mem-published tulisan berbahasa Inggris, tolong jangan anggap saya sok keren…karena saya bukan sok…tapi memang keren ..:)
Monday, July 14, 2008
BlogHolic
“Too many People spend money they haven’t earned, to buy things they don’t want, to impress people they don’t like”
(Will Smith)
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 PM belum satu kata pun terlintas di pikiran saya, apa yang harus saya tuliskan di blog saya..menurut Yaro Starak salah satu cara untuk meningkatkan jumlah pengunjung blog adalah dengan mem-posting satu artikel tiap harinya. Setelah lama…lama…dan lama saya berpikir mencari topik apa yang sebaiknya saya tuliskan dan tetap tidak juga mendapatkan ide..suatu hal yang lain malah terlintas di pikiran saya. Saya tersadar bahwa saya tidak mendapatkan ide apapun karena cara berpikir saya ketika mencari ide bahan tulisan ini adalah: setiap kali ada ide pop-up (saya selalu membayangkan ide seperti popcorn yang apabila dimasak, kita harus siap dengan butiran-butiran jagung yang siap meledak-ledak dan berloncatan kapan saja tanpa bisa tertebak arahnya..sama seperti ide dalam pikiran kita) dari pikiran saya, kemudian secara otomatis pikiran saya akan mengujinya dengan pertanyaan: Apakah bahan tulisan ini cukup pintar? Apa kira-kira kesan orang setelah membaca tulisan ini? Apa kata orang nantinya tentang tulisan ini? Apa nanti komentar si A-Z yang 1000 x lebih jago dalam menulis dan dalam berbagai hal bila ia membaca tulisan ini?
Percaya tidak percaya hal itulah yang saya pikirkan, menyedihkan memang. Tapi kalau Anda dan Saya mau jujur, seringkali apa yang kita lakukan dan pikirkan berangkat dari motivasi hanya untuk menyenangkan orang, untuk membuat orang lain kagum atau untuk merasa diri lebih hebat dari orang lain.
Jadi saya tidak berhasil mendapatkan ide bahan tulisan karena motivasi saya tidak benar-benar tulus untuk memberikan manfaat bagi orang lain, tapi ada motivasi tersembunyi untuk meninggikan diri sendiri. Ketika kemudian saya menulis saja bahan tulisan saya ini tanpa peduli apa kesan orang nantinya terhadap diri saya, maka kata demi kata pun bermunculan dengan mulusnya.
Seringkali dalam hidup kita, kita tidak melakukan sesuatu hanya karena takut dengan pendapat orang terhadap apa yang kita lakukan, karena kita sama-sama tahu ...kadang-kadang orang bisa sangat kejam dalam memberi kritik dan bisa sangat pelit dalam memberi pujian dan mengakui hal-hal baik yang telah dilakukan orang lain. Terkadang begitu kejamnya pendapat yang kita lontarkan kepada orang lain sehingga orang lain bahkan tidak berani bermimpi lagi hanya karena kata-kata merendahkan yang keluar dari mulut kita. Percaya tidak percaya hal ini dialami oleh banyak orang lain, saya mengenal beberapa orang yang akhirnya kuliah di bidang yang ia tidak sukai dan bekerja di bidang yang bukan minatnya hanya karena ia tidak berani melawan arus pemikiran orang-orang di sekitarnya dan mengambil resiko ”dikecilkan’, atau orang yang sangat pintar dan berwajah tampan yang tidak memiliki percaya diri dalam hidupnya karena sepanjang hidupnya ia tidak diizinkan melakukan kesalahan dan sepanjang hidupnya ia akan dikritik apabila melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang seharusnya (sebetulnya patokan ’yang seharusnya’ yang digunakan orang untuk kerap kali mengkritik itu sangatlah juga tidak jelas).
Jadi kalau saya simpulkan:
v Di tulisan ini saya kembali diingatkan untuk tidak terlalu keras kepada diri saya apalagi orang lain, Tuhan saja tidak menghakimi (sampai hari-Nya kelak), kenapa kita harus menghakimi?
v Ketika melihat kesalahan atau tindakan orang lain yang sepertinya begitu bodohnya atau bahkan sangat patut dikritik, sebaiknya kita menahan kata-kata apa pun itu yang ada dalam pikiran kita, dan bertanya kepada diri kita: apakah kritik pedas ini bila dilontarkan kemungkinan besar akan berdampak baik pada orang yang kita kritik? Karena apa yang kita lakukan kepada orang lain bisa memantul balik kepada kita berkali-kali lipat, dan kita kan tidak mau kalau sampai yang memantul balik itu adalah hal-hal yang tidak baik bukan?
v Terakhir, karena saya tidak punya petuah bijak, ijinkan saya memberitahu kepada anda kata-kata dari Mary Angelou, penulis wanita favorit saya, yang dikirimkan lewat email oleh teman saya:
In April, Maya Angelou was interviewed by Oprah on her 70th birthday.
Oprah asked her what she tought of growing older. And, there on television, she said it was “Exciting.”
Regarding body changes, she said there were many occurring everyday…like her breasts. They seem to be in a race to see which will reach her waist first.
The audience laughed so hard they cried. She is such a simple and honest woman, with so much wisdom in her words!
Maya Angelou said this:
“I’ve learned that no matter what happens, or how bad it seems today, life does go on, and it will be better tomorrow.”
“I’ve learned that you can tell a lot about a person by the way he/she handles these three things: a rainy day, lost luggage, and tangled Christmas tree lights.”
“I’ve learned that regardless of your relationship with your parents, you’ll miss them when they’re gone from your life”
“I’ve learned that making a “living” is not the same thing as making a life”
“I’ve learned that life sometimes gives you a second chance”
“I’ve learned that you shouldn’t go through life with a catcher’s mitt on both hands; you need to be able to throw some things back”
“I’ve learned that whenever I decide something with an open heart, I usually make the right decision.”
“I’ve learned that even when I have pains, I don’t have to be one.”
“I’ve learned that every day you should reach out and touch someone. People love a warm hug, or just a friendly pat on the back.”
“I’ve learned that I still have a lot to learn”
“I’ve learned that people will forget what you said, people will forget what you did, but people will never forget how you made them feel.” (Sengaja di Bold dengan font lebih besar)
Kalimat terakhir adalah yang paling menyentuh saya.
-Widia-
(Will Smith)
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 PM belum satu kata pun terlintas di pikiran saya, apa yang harus saya tuliskan di blog saya..menurut Yaro Starak salah satu cara untuk meningkatkan jumlah pengunjung blog adalah dengan mem-posting satu artikel tiap harinya. Setelah lama…lama…dan lama saya berpikir mencari topik apa yang sebaiknya saya tuliskan dan tetap tidak juga mendapatkan ide..suatu hal yang lain malah terlintas di pikiran saya. Saya tersadar bahwa saya tidak mendapatkan ide apapun karena cara berpikir saya ketika mencari ide bahan tulisan ini adalah: setiap kali ada ide pop-up (saya selalu membayangkan ide seperti popcorn yang apabila dimasak, kita harus siap dengan butiran-butiran jagung yang siap meledak-ledak dan berloncatan kapan saja tanpa bisa tertebak arahnya..sama seperti ide dalam pikiran kita) dari pikiran saya, kemudian secara otomatis pikiran saya akan mengujinya dengan pertanyaan: Apakah bahan tulisan ini cukup pintar? Apa kira-kira kesan orang setelah membaca tulisan ini? Apa kata orang nantinya tentang tulisan ini? Apa nanti komentar si A-Z yang 1000 x lebih jago dalam menulis dan dalam berbagai hal bila ia membaca tulisan ini?
Percaya tidak percaya hal itulah yang saya pikirkan, menyedihkan memang. Tapi kalau Anda dan Saya mau jujur, seringkali apa yang kita lakukan dan pikirkan berangkat dari motivasi hanya untuk menyenangkan orang, untuk membuat orang lain kagum atau untuk merasa diri lebih hebat dari orang lain.
Jadi saya tidak berhasil mendapatkan ide bahan tulisan karena motivasi saya tidak benar-benar tulus untuk memberikan manfaat bagi orang lain, tapi ada motivasi tersembunyi untuk meninggikan diri sendiri. Ketika kemudian saya menulis saja bahan tulisan saya ini tanpa peduli apa kesan orang nantinya terhadap diri saya, maka kata demi kata pun bermunculan dengan mulusnya.
Seringkali dalam hidup kita, kita tidak melakukan sesuatu hanya karena takut dengan pendapat orang terhadap apa yang kita lakukan, karena kita sama-sama tahu ...kadang-kadang orang bisa sangat kejam dalam memberi kritik dan bisa sangat pelit dalam memberi pujian dan mengakui hal-hal baik yang telah dilakukan orang lain. Terkadang begitu kejamnya pendapat yang kita lontarkan kepada orang lain sehingga orang lain bahkan tidak berani bermimpi lagi hanya karena kata-kata merendahkan yang keluar dari mulut kita. Percaya tidak percaya hal ini dialami oleh banyak orang lain, saya mengenal beberapa orang yang akhirnya kuliah di bidang yang ia tidak sukai dan bekerja di bidang yang bukan minatnya hanya karena ia tidak berani melawan arus pemikiran orang-orang di sekitarnya dan mengambil resiko ”dikecilkan’, atau orang yang sangat pintar dan berwajah tampan yang tidak memiliki percaya diri dalam hidupnya karena sepanjang hidupnya ia tidak diizinkan melakukan kesalahan dan sepanjang hidupnya ia akan dikritik apabila melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang seharusnya (sebetulnya patokan ’yang seharusnya’ yang digunakan orang untuk kerap kali mengkritik itu sangatlah juga tidak jelas).
Jadi kalau saya simpulkan:
v Di tulisan ini saya kembali diingatkan untuk tidak terlalu keras kepada diri saya apalagi orang lain, Tuhan saja tidak menghakimi (sampai hari-Nya kelak), kenapa kita harus menghakimi?
v Ketika melihat kesalahan atau tindakan orang lain yang sepertinya begitu bodohnya atau bahkan sangat patut dikritik, sebaiknya kita menahan kata-kata apa pun itu yang ada dalam pikiran kita, dan bertanya kepada diri kita: apakah kritik pedas ini bila dilontarkan kemungkinan besar akan berdampak baik pada orang yang kita kritik? Karena apa yang kita lakukan kepada orang lain bisa memantul balik kepada kita berkali-kali lipat, dan kita kan tidak mau kalau sampai yang memantul balik itu adalah hal-hal yang tidak baik bukan?
v Terakhir, karena saya tidak punya petuah bijak, ijinkan saya memberitahu kepada anda kata-kata dari Mary Angelou, penulis wanita favorit saya, yang dikirimkan lewat email oleh teman saya:
In April, Maya Angelou was interviewed by Oprah on her 70th birthday.
Oprah asked her what she tought of growing older. And, there on television, she said it was “Exciting.”
Regarding body changes, she said there were many occurring everyday…like her breasts. They seem to be in a race to see which will reach her waist first.
The audience laughed so hard they cried. She is such a simple and honest woman, with so much wisdom in her words!
Maya Angelou said this:
“I’ve learned that no matter what happens, or how bad it seems today, life does go on, and it will be better tomorrow.”
“I’ve learned that you can tell a lot about a person by the way he/she handles these three things: a rainy day, lost luggage, and tangled Christmas tree lights.”
“I’ve learned that regardless of your relationship with your parents, you’ll miss them when they’re gone from your life”
“I’ve learned that making a “living” is not the same thing as making a life”
“I’ve learned that life sometimes gives you a second chance”
“I’ve learned that you shouldn’t go through life with a catcher’s mitt on both hands; you need to be able to throw some things back”
“I’ve learned that whenever I decide something with an open heart, I usually make the right decision.”
“I’ve learned that even when I have pains, I don’t have to be one.”
“I’ve learned that every day you should reach out and touch someone. People love a warm hug, or just a friendly pat on the back.”
“I’ve learned that I still have a lot to learn”
“I’ve learned that people will forget what you said, people will forget what you did, but people will never forget how you made them feel.” (Sengaja di Bold dengan font lebih besar)
Kalimat terakhir adalah yang paling menyentuh saya.
-Widia-
Thursday, July 10, 2008
DILARANG BERPIKIR
Bagaimana jika ada undang-undang yang isinya berupa larangan bagi masyarakat untuk bersifat atau berpikir dengan cara tertentu, misalnya dilarang bersifatpikir pesimis, dilarang bersifatpikir MALAS, dilarang bersifatpikir licik, dsb. Dengan mengubah sifat dasar masyarakat, negara dapat diubah menjadi negara yang lebih baik bukan?.
Jika bisa ada , kemudian terpikir sanksi apa yang dapat diberikan terhadap peraturan semacam itu? Bagaimana membuktikan atau membaca isi pikiran orang??
Ha..ha..ha...walaupun logikanya apa yg tidak bisa dibuktikan tidak bisa dihukum, ....tapi bukannya tidak mungkin loh di Indonesia ada rancangan peraturan seperti itu, buktinya bukankah ilmu gaib atau santet menyantet saja berencana akan di atur di KUHP??
Yah...jangan sampai deh ada peraturan seperti itu... bisa2 setiap senin pagi kantor polisi penuh dengan orang2 seperti saya yang malas masuk kerja..
Jika bisa ada , kemudian terpikir sanksi apa yang dapat diberikan terhadap peraturan semacam itu? Bagaimana membuktikan atau membaca isi pikiran orang??
Ha..ha..ha...walaupun logikanya apa yg tidak bisa dibuktikan tidak bisa dihukum, ....tapi bukannya tidak mungkin loh di Indonesia ada rancangan peraturan seperti itu, buktinya bukankah ilmu gaib atau santet menyantet saja berencana akan di atur di KUHP??
Yah...jangan sampai deh ada peraturan seperti itu... bisa2 setiap senin pagi kantor polisi penuh dengan orang2 seperti saya yang malas masuk kerja..
DREAMS
Dreams have only one owner at a time. That's why dreamers are lonely. Erma Bombeck
Saya teringat salah satu film berjudul “The Election” yang dibintangi oleh pemeran perempuan Reese Whitterspoon dan pemeran laki-laki…. (saya lupa siapa…terkenal kok pemeran laki2nya…kalo ada yang tau?? boleh kasih koment). Di film itu diceritakan tentang seorang siswi Senior High yang pintar dan sangat ambisius, biar lebih enak saya ceritakan terlebih dahulu ya tantang karakter Reese di sini…dia digambarkan sebagai tokoh yang perfeksionis, pintar, ambisius, sedikit licik dan dominan. Reese adalah golongan anak pintar yang selalu ingin menang di setiap kompetisi, mengikuti berbagai organisasi, selalu memiliki nilai2 bagus, dan ia temasuk orang yang selalu ingin menjadi yang terbaik di setiap kesempatan; oleh karena itu banyak orang yang tidak menyukainya, yah ...lebih tepat lagi adalah siapa sih yang menyukainya? padahal wajahnya cantik (hmmh...itu sih tidak perlu diragukan, wong pemerannya Reese Whitterspoon kok), namun karena keambiusannya itu, tidak ada orang yang mau menjadi temannya. Reese sendiri nampaknya sadar bahwa ia tidak punya teman, dan ia memang kadangkala merasa kesepian, namun ia tahu betul bahwa kesepian adalah konsekuensi dari cita2nya, dan karena ia lebih mementingkan cita2nya, ia siap untuk menjadi loner. Singkat cerita kemudian diceritakan bahwa Reese pada akhirnya berhasil mendapatkan segala cita2nya, mulai dari ketua osis, beasiswa, dan kemudian menjadi “orang penting”.
Memang di film itu karakter Reese digambarkan sebagai orang yang menyebalkan, dengan segala sifat dominannya dan kepintarannya, namun pribadi orang seperti dia cukup jarang ditemukan di Indonesia (ups...ini kalau menurut saya ya). Jadi kalau saya sih suka dengan karakter Reese. Pribadi yg kuat, pantang menyerah, tau apa yang dia mau...seandainya saja 1/3 dari anak muda kita (termasuk saya dong..) memiliki mentalitas pekerja keras dan mau belajar seperti itu...saya rasa 10 tahun ke depan akan terlihat hasilnya berdampak ke kemajuan bangsa.
Yah...tulisan ini bukan untuk serius kok...saya hanya ingin menyemangati para loner di sana...yang mungkin merasa sendirian dan berbeda dari orang2 di sekitarnya dengan kata2: You are not alone, there are others, sharing the same feeling with you...so keep on going.
Tapi tentu saja akan lebih baik kalau kita bisa:...menjadi ambisius, pintar, mencapai cita2 dan memiliki teman2 yang mengerti dan mendukung apa pun cita2-visi dan misi kita.
-Widia, dalam usaha memajukan semangat temen2 tercinta-
Saya teringat salah satu film berjudul “The Election” yang dibintangi oleh pemeran perempuan Reese Whitterspoon dan pemeran laki-laki…. (saya lupa siapa…terkenal kok pemeran laki2nya…kalo ada yang tau?? boleh kasih koment). Di film itu diceritakan tentang seorang siswi Senior High yang pintar dan sangat ambisius, biar lebih enak saya ceritakan terlebih dahulu ya tantang karakter Reese di sini…dia digambarkan sebagai tokoh yang perfeksionis, pintar, ambisius, sedikit licik dan dominan. Reese adalah golongan anak pintar yang selalu ingin menang di setiap kompetisi, mengikuti berbagai organisasi, selalu memiliki nilai2 bagus, dan ia temasuk orang yang selalu ingin menjadi yang terbaik di setiap kesempatan; oleh karena itu banyak orang yang tidak menyukainya, yah ...lebih tepat lagi adalah siapa sih yang menyukainya? padahal wajahnya cantik (hmmh...itu sih tidak perlu diragukan, wong pemerannya Reese Whitterspoon kok), namun karena keambiusannya itu, tidak ada orang yang mau menjadi temannya. Reese sendiri nampaknya sadar bahwa ia tidak punya teman, dan ia memang kadangkala merasa kesepian, namun ia tahu betul bahwa kesepian adalah konsekuensi dari cita2nya, dan karena ia lebih mementingkan cita2nya, ia siap untuk menjadi loner. Singkat cerita kemudian diceritakan bahwa Reese pada akhirnya berhasil mendapatkan segala cita2nya, mulai dari ketua osis, beasiswa, dan kemudian menjadi “orang penting”.
Memang di film itu karakter Reese digambarkan sebagai orang yang menyebalkan, dengan segala sifat dominannya dan kepintarannya, namun pribadi orang seperti dia cukup jarang ditemukan di Indonesia (ups...ini kalau menurut saya ya). Jadi kalau saya sih suka dengan karakter Reese. Pribadi yg kuat, pantang menyerah, tau apa yang dia mau...seandainya saja 1/3 dari anak muda kita (termasuk saya dong..) memiliki mentalitas pekerja keras dan mau belajar seperti itu...saya rasa 10 tahun ke depan akan terlihat hasilnya berdampak ke kemajuan bangsa.
Yah...tulisan ini bukan untuk serius kok...saya hanya ingin menyemangati para loner di sana...yang mungkin merasa sendirian dan berbeda dari orang2 di sekitarnya dengan kata2: You are not alone, there are others, sharing the same feeling with you...so keep on going.
Tapi tentu saja akan lebih baik kalau kita bisa:...menjadi ambisius, pintar, mencapai cita2 dan memiliki teman2 yang mengerti dan mendukung apa pun cita2-visi dan misi kita.
-Widia, dalam usaha memajukan semangat temen2 tercinta-
Monday, July 7, 2008
Become What You Want to Be
Let me tell you about a little girl who was born into a very poor family in a shack in the Backwoods of Tennessee. She was the 20th of 22 children, prematurely born and frail. Her survival was doubtful. When she was four years old she had double pneumonia and scarlet fever - a deadly combination that left her with a paralyzed and useless left leg. She had to wear an iron leg brace. Yet she was fortunate in having a mother who encouraged her.
Well, this mother told her little girl, who was very bright, that despite the brace and leg, she could do whatever she wanted to do with her life. She told her that all she needed to do was to have faith, persistence, courage and indomitable spirit.
So at nine years of age, the little girl removed the leg brace, and she took the step the doctors told her she would never take normally. In four years, she developed a rhytmic stride, which was a medical wonder. Then this girl got the notion, the incredible notion, that she would like to be the world's greatest woman runner. Now, what could she mean - be a runner with a leg like that?
At age 13, she entered a race. She came in last - way, way last. She entered every race in high school, and in every race she came in last. Everyone begged her quit! However, one day, she came in next to last. And then there came a day when she won a race. From then on, Wilma Rudolph won every race that she entered.
Wilma went to Tennessee State University, where she met a coach named Ed Temple. Coach Temple saw the indomitable spirit of the girl, that she was a believer and that she had great natural talent. He trained her so well that she went to the Olympic Games.
There she was pitted against the greatest woman runner of the day, a German girl named Jutta Heine. Nobody had ever beaten Jutta. But in the 100-meter dash, Wilma Rudolph won. She beat Jutta again in the 200-meters. Now Wilma had two Olimpic gold medals. Finally came the 400-meter relay. It would be Wilma against Jutta once again. The first two runners on Wilma's team made perfect handoffs with the baton. But when the third runner handed the baton to Wilma, she was so excited she dropped it, and Wilma saw Jutta taking off down the track. It was impossible that anybody could catch this fleet and nimble girl. But Wilma did just that! Wilma Rudolph had earned three Olympic gold medals.
By: Brian Cavanaugh
Well, this mother told her little girl, who was very bright, that despite the brace and leg, she could do whatever she wanted to do with her life. She told her that all she needed to do was to have faith, persistence, courage and indomitable spirit.
So at nine years of age, the little girl removed the leg brace, and she took the step the doctors told her she would never take normally. In four years, she developed a rhytmic stride, which was a medical wonder. Then this girl got the notion, the incredible notion, that she would like to be the world's greatest woman runner. Now, what could she mean - be a runner with a leg like that?
At age 13, she entered a race. She came in last - way, way last. She entered every race in high school, and in every race she came in last. Everyone begged her quit! However, one day, she came in next to last. And then there came a day when she won a race. From then on, Wilma Rudolph won every race that she entered.
Wilma went to Tennessee State University, where she met a coach named Ed Temple. Coach Temple saw the indomitable spirit of the girl, that she was a believer and that she had great natural talent. He trained her so well that she went to the Olympic Games.
There she was pitted against the greatest woman runner of the day, a German girl named Jutta Heine. Nobody had ever beaten Jutta. But in the 100-meter dash, Wilma Rudolph won. She beat Jutta again in the 200-meters. Now Wilma had two Olimpic gold medals. Finally came the 400-meter relay. It would be Wilma against Jutta once again. The first two runners on Wilma's team made perfect handoffs with the baton. But when the third runner handed the baton to Wilma, she was so excited she dropped it, and Wilma saw Jutta taking off down the track. It was impossible that anybody could catch this fleet and nimble girl. But Wilma did just that! Wilma Rudolph had earned three Olympic gold medals.
By: Brian Cavanaugh
Subscribe to:
Posts (Atom)